Web Archive

Jangan yah...!!

Tampilkan postingan dengan label Tokoh Filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh Filsafat. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 September 2010

Voltaire (Francois Marie Arouet)

VOLTAIRE itu sebetulnya nama samaran. Nama yang diberikan bapaknya ketika dia diseret keluar oleh bidan adalah Francois Marie Arouet. Siapa pun panggilannya, yang jelas dia tokoh terkemuka pembaharu Perancis. Fungsinya tidak cuma dwi, tetapi jauh lebih banyak dari itu: penyair, penulis drama, penulis esai, penulis cerita pendek, ahli sejarah, dan filosof. Dia betul-betul juru bicaranya pemikiran bebas liberal.

Voltaire lahir tahun 1694 di Paris dari keluarga menengah, dan ayahnya seorang ahli hukum. Di masa mudanya Voltaire belajar di perguruan Jesuit Louis-le-Grand di Paris. Selepas itu dia belajar ilmu hukum sebentar tetapi kemudian ditinggalkannya. Selaku remaja di Paris dia dikenal cerdas, pandai humor tingkat tinggi dan tersembur dari mulutnya kalimat-kalimat satire. Di bawah ancient regime alias pemerintahan lama, tingkah laku macam itu bisa mengundang bahaya. Dan betul saja! Karena ucapan-ucapannya yang mengandung politik dia ditahan "diamankan" di penjara Bastille. Hampir setahun penuh dia meringkuk di situ. Tetapi dia tidak sebodoh pemerintah yang menjebloskannya. Dia bukannya bengong-bengong seperti orang bego, tetapi disibukkannya dirinya dengan menulis sajak-sajak kepahlawanan Henriade yang kemudian dapat penghormatan tinggi. Tahun 1718, tak lama sesudah Voltaire menghirup udara bebas, drama Oedipe-nya diprodusir di Paris dan merebut sukses besar. Di umur dua puluh empat tahun Voltaire sudah jadi orang termasyhur, dan dalam sisa enam puluh tahun hidupnya dia betul-betul jadi jagonya kesusasteraan Perancis.

Voltaire punya kepintaran ganda yang langka: pintar dalam hubungan uang dan pintar dalam hubungan ucapan. Tak heran jika setingkat demi setingkat dia menjadi seorang yang hidup bebas dengan kantong penuh uang. Tetapi tahun 1726 dia dapat kesulitan. Voltaire sudah menempatkan dirinya selaku orang yang cerdas dan brilian dalam adu pendapat, bukan saja menurut ukuran jamannya tetapi mungkin untuk ukuran sepanjang jaman. Tetapi, dia kurang supel dan rendah hati yang oleh kalangan aristokrat Perancis dianggap suatu persyaratan yang mesti dipunyai oleh seorang kebanyakan seperti dia. Hal ini menyebabkan pertentangan antara Voltaire dengan kaum aristokrat, khususnya Chevalier de Rohan yang dikalahkan oleh kecerdasan Voltaire dalam adu kata. Selang beberapa lama, Chevalier mengupah tukang-tukang pukul mempermak Voltaire dan menjebloskannya lagi kedalam penjara Bastille. Voltaire dibebaskan dari situ dengan syarat dia mesti meninggalkan Perancis. Karena itu dia berkeputusan menyeberang ke Inggris dan tinggal di sana selama dua setengah tahun.

Tinggalnya dia di Inggris rupanya merupakan titik balik dalam kehidupan Voltaire. Dia belajar bercakap dan menulis dalam bahasa Inggris dan karenanya menjadi terbiasa dengan karya-karya besar orang Inggris masyhur seperti John Locke, Francis Bacon, Isaac Newton dan William Shakespeare. Dia juga berkenalan secara pribadi dengan sebagian besar cerdik cendikiawan Inggris masa itu. Voltaire amat terkesan dengan Shakespeare dan ilmu pengetahuan Inggris serta empirisme, faham yang berpegang pada perlunya ada percobaan secara praktek dan bukannya berpegang pada teori melulu. Tetapi, dari semuanya itu yang paling mengesankannya adalah sistem politik Inggris. Demokrasi Inggris dan kebebasan pribadi memberi kesan yang amat berlawanan dengan apa yang Voltaire saksikan di Perancis. Tak ada bangsawan Inggris bisa mengeluarkan letre de cachet yang dapat menjebloskan Voltaire ke dalam bui. Sebab, kalau toh dia ditangkap secara semena-mena, perintah pembebasan segera diperolehnya.

Tatkala Voltaire kembali ke Perancis, dia menulis karya falsafahnya yang pertama Lettres philosophiques yang lazimnya disebut Letters on the English. Buku itu yang diterbitkan tahun 1734 merupakan tanda sesungguhnya dari era pembaharuan Perancis. Dalam Letters on the English, Voltaire menyuguhkan gambaran umum yang menyenangkan tentang sistem politik Inggris berikut pikiran-pikiran John Locke dan pemikir-pemikir Inggris lainnya. Penerbitan buku itu membikin berang para penguasa Perancis dan sekali lagi Voltaire dipaksa angkat kaki dari Paris.

Voltaire menghabiskan waktu lima belas tahun di Cirey, sebuah kota di sebelah utara Perancis. Di sana dia menjadi kekasih Madame du Chatelet, istri seorang marquis (bangsawan). Nyonya ini cerdas dan berpendidikan. Tahun 1750, setahun sesudah sang nyonya meninggal dunia, Voltaire pergi ke Jerman atas undangan pribadi Frederick yang Agung dari Prusia. Voltaire menetap tiga tahun di kediaman Frederick di Potsdam. Mulanya dia cocok dengan Frederick yang intelektual dan brilian itu tetapi tahun 1753 mereka bertengkar dan Voltaire meninggalkan Jerman.

Sesudah meninggalkan Jerman Voltaire menetap di sebuah perkebunan dekat Jenewa. Di situ dia bisa aman baik dari gangguan Perancis maupun raja-raja Prusia. Tetapi, pandangannya yang liberal membuat bahkan Swiss tidak aman lagi baginya. Tahun 1758 pindahlah ia ke suatu perkebunan baru di Ferney, terletak di dekat perbatasan Perancis-Swis, sehingga memudahkan ia lari ke sana atau ke sini andaikata ada kesulitan dengan pihak penguasa. Di situ dia tinggal selama dua puluh tahun, membenamkan diri dalam karya kesusasteraan dan falsafah, bersurat-suratan dengan pemimpin-pemimpin intelektual di seluruh Eropa dan menerima tamu-tamunya.

Sepanjang tahun-tahun itu, karya sastra Voltaire mengalir terus tak henti-hentinya. Dia betul-betul seorang penulis dengan gaya fantastis, mungkin penulis yang paling banyak bukunya dalam daftar buku ini. Semua bilang, kumpulan tulisannya melebihi 30.000 halaman. Ini termasuk sajak kepahlawanan, lirik, surat-surat pribadi, pamflet, novel, cerpen, drama, dan buku-buku serius tentang sejarah dan falsafah.

Voltaire senantiasa punya kepercayaan teguh terhadap toleransi beragama. Tatkala usianya menginjak 60-an, terjadi sejumlah peristiwa yang mendirikan bulu roma perihal pengejaran dan pelabrakan terhadap orang-orang Protestan di Perancis. Tergugah dan marah besar, Voltaire mengabdikan dirinya ke dalam "jihad intelektual " melawan fanatisme agama. Kesemua surat-suratnya senantiasa ditutupnya dengan kalimat "Ecrasez l'infame" yang maknanya "Ganyang barang brengsek itu!" Yang dimaksud Voltaire "barang brengsek" adalah kejumudan dan fanatisme.

Tahun 1778, ketika umurnya sudah masuk delapan puluh tiga tahun, Voltaire kembali ke Paris, menyaksikan drama barunya Irene. Publik berjubel meneriakinya "Hidup jago tua! Hidup biangnya pembaharuan Perancis!" Beribu pengagum, termasuk Benjamin Franklin, menjenguknya. Tetapi, umur Voltaire sudah sampai di tepi, Dia meninggal di Paris tanggal 30 Mei 1778. Akibat sikap anti gerejanya, dia tidak peroleh penguburan secara Kristen. Tetapi, tiga belas tahun kemudian, kaum revolusioner Perancis yang telah merebut kemenangan menggali makamnya kembali dan menguburnya di Pantheon Paris.

Karya tulis Voltaire begitu amat banyaknya sehingga sulit membuat seluruh daftarnya di sini meskipun yang kakap-kakapnya saja dalam artikel yang begini singkat. Meskipun begitu banyak karya tulisnya, yang lebih penting sebetulnya gagasan pokok yang dikemukakannya selama hidupnya. Salah satu pendiriannya yang tergigih adalah mutlaknya terjamin kebebasan bicara dan kebebasan pers. Kalimat masyhur yang sering dihubungkan dengan Voltaire adalah yang berbunyi "Saya tidak setuju apa yang kau bilang, tetapi akan saya bela mati-matian hakmu untuk mengucapkan itu." Meskipun mungkin saja Voltaire tidak pernah berucap sepersis itu, tetapi yang jelas kalimat itu benar-benar mencerminkan sikap Voltaire yang sebenarnya.

Prinsip Voltaire lainnya ialah, kepercayaannya akan kebebasan beragama. Seluruh kariernya, dia dengan tak tergoyahkan menentang ketidaktoleransian agama serta penghukuman yang berkaitan dengan soal-soal agama. Meskipun Voltaire percaya adanya Tuhan, dia dengan tegas menentang sebagian besar dogma-dogma agama dan dengan mantapnya dia mengatakan bahwa organisasi berdasar keagaman pada dasarnya suatu penipuan.

Adalah sangat wajar bilamana Voltaire tak pernah percaya bahwa gelar-gelar keningratan Perancis dengan sendirinya menjamin kelebihan-kelebihan mutu, dan pada dasarnya tiap orang sebenarnya mafhum bahwa apa yang disebut "hak-hak suci Raja" itu sebenarnya omong kosong belaka. Dan kendati Voltaire sendiri jauh dari potongan seorang demokrat modern (dia condong menyetujui suatu bentuk kerajaan yang kuat tetapi mengalami pembaharuan-pembaharuan), dorongan pokok gagasannya jelas menentang setiap kekuasaan yang diperoleh berdasarkan garis keturunan. Karena itu tidaklah mengherankan jika sebagian terbesar pengikutnya berpihak pada demokrasi. Gagasan politik dan agamanya dengan demikian sejalan dengan faham pembaharuan Perancis, dan merupakan sumbangan penting sehingga meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789.

Voltaire bukanlah seorang ahli ilmu pengetahuan, tetapi dia menaruh minat besar terhadap ilmu dan pendukung gigih sikap pandangan empiris dari John Locke dan Francis Bacon. Dia juga seorang ahli sejarah yang serius dan berkemampuan. Salah satu karyanya yang terpenting ialah buku yang menyangkut sejarah dunia Essay on the Manners and Spirit of Nations. Buku ini berbeda dengan umumnya uraian sejarah yang pernah ada sebelumnya dalam dua segi: Pertama, Voltaire mengakui bahwa Eropa hanyalah merupakan bagian kecil dari dunia secara keseluruhan, karena itu dia menitikberatkan sebagian dari pengamatannya pada sejarah Asia. Kedua, Voltaire menganggap bahwa sejarah kebudayaan adalah --pada umumnya-- jauh lebih penting daripada sejarah politik. Bukunya dengan sendirinya lebih berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan seni ketimbang soal raja-raja dengan segala rupa peperangannya.

Voltaire bukanlah mendekati filosof orisinal seperti beberapa tokoh yang ada dalam daftar buku ini. Sampai batas tertentu dia bertolak dari pandangan orang lain seperti John Locke dan Francis Bacon, memperkuat pendapat mereka atau mempopulerkan mereka. Melalui tulisan-tulisan Voltaire-lah, lebih dari siapa pun juga, ide demokrasi, toleransi agama dan kebebasan intelektual berkembang di seluruh Eropa. Meskipun ada penulis-penulis penting lain (Diderot, d'Alembert, Rousseau, Montesquieu dan lain-lain) dalam masa pembaharuan Perancis, Voltaire lebih layak dianggap pemuka dari kesemuanya itu. Dia pemimpin terkemuka dari gerakan itu. Pertama, gaya sastranya yangmenggigit, kariernya yang panjang, dan tulisannya yang begitu banyak menggaet pengikut yang tak tertandingkan oleh penulis-penulis yang mana pun juga. Kedua, gagasan-gagasannya sepenuhnya bercirikan pembaharuan. Ketiga, Voltaire mendahului tokoh-tokoh penting lain dari sudut waktu. Karya besar Montesquieu The Spirit of Law baru terbit tahun 1748; jilid pertama Encyclopedie yang masyhur itu baru terbit tahun 1751; esei Rousseau pertama ditulis tahun 1750. Sedangkan Letters on the English-nya Voltaire sudah muncul tahun 1734 dan dia sudah kesohor enam belas tahun sebelum buku itu keluar.

Tulisan-tulisan Voltaire dengan kekecualian novel pendek Candide sedikit sekali dibaca orang sekarang. Kesemua buku-bukunya tersebar dan terbaca luas selama abad ke-18, karena itu Voltaire pegang peranan penting mengubah iklim pendapat umum yang ujung-ujungnya berpuncak pada meletusnya Revolusi Perancis. Dan pengaruhnya tidaklah cuma terbatas di Perancis: orang-orang Amerika seperti Thomas Jefferson, James Madison dan Benjamin Franklin juga kenal baik dengan tulisan-tulisannya.

Adalah menarik membandingkan Voltaire dengan teman sejamannya yang masyhur Jean-Jacques Rousseau. Voltaire yang segenap pandangannya rasional. lebih berpengaruh. Sebaliknya, Rousseau lebih orisinal dan karyanya lebih berpengaruh di jaman sekarang ini.

Sumber : Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah oleh Michael H. Hart.

Niccolo Machiavelli

FILOSOF politik Italia, Niccolo Machiavelli, termasyhur karena nasihatnya yang blak-blakan bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan.

Dikutuk banyak orang selaku bajingan tak bennoral, dipuja oleh lainnya selaku realis tulen yang berani memaparkan keadaan dunia apa adanya, Machiavelli salah satu dari sedikit penulis yang hasil karyanya begitu dekat dengan studi baik filosof maupun politikus.

Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence, Italia. Ayahnya, seorang ahli hukum, tergolong anggota famili terkemuka, tetapi tidak begitu berada.

Selama masa hidup Machiavelli --pada saat puncak-puncaknya Renaissance Italia-- Italia terbagi-bagi dalam negara-negara kecil, berbeda dengan negeri yang bersatu seperti Perancis, Spanyol atau Inggris. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa dalam masanya Italia lemah secara militer padahal brilian di segi kultur.

Di kala Machiavelli muda, Florence diperintah oleh penguasa Medici yang masyhur, Lorenzo yang terpuji. Tetapi Lorenzo meninggal dunia tahun 1492, dan beberapa tahun kemudian penguasa Medici diusir dari Florence; Florence menjadi republik (Republik Florentine) dan tahun 1498, Machiavelli yang berumur dua puluh sembilan tahun peroleh kedudukan tinggi di pemerintahan sipil Florence. Selama empat belas tahun sesudah itu dia mengabdi kepada Republik Florentine dan terlibat dalam pelbagai missi diplomatik atas namanya, melakukan perjalanan ke Perancis, Jerman, dan di dalam negeri Italia.

Tahun 1512, Republik Florentine digulingkan dan penguasa Medici kembali pegang tampuk kekuasaan, Machiavelli dipecat dari posisinya, dan di tahun berikutnya dia ditahan atas tuduhan terlibat dalam komplotan melawan penguasa Medici. Dia disiksa tetapi tetap bertahan menyatakan tidak bersalah dan akhirnya dibebaskan pada tahun itu juga. Sesudah itu dia pensiun dan berdiam di sebuah perkebunan kecil di San Casciano tidak jauh dari Florence.

Selama empat belas tahun sesudah itu, dia menulis beberapa buku, dua diantaranya yang paling masyhur adalah The Prince, (Sang Pangeran) ditulis tahun 1513, dan The Discourses upon the First Ten Books of Titus Livius (Pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama Titus Livius). Diantara karya-karya lainnya adalah The art of war (seni berperang), A History of Florence (sejarah Florence) dan La Mandragola (suatu drama yang bagus, kadang-kadang masih dipanggungkan orang). Tetapi, karya pokoknya yang terkenal adalah The Prince (Sang Pangeran), mungkin yang paling brilian yang pernah ditulisnya dan memang paling mudah dibaca dari semua tulisan filosofis. Machiavelli kawin dan punya enam anak. Dia meninggal dunia tahun 1527 pada umur lima puluh delapan.

The Prince dapat dianggap nasihat praktek terpenting buat seorang kepada negara. Pikiran dasar buku ini adalah, untuk suatu keberhasilan, seorang Pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala, sesuatunya atas kekuatan dan kelicikan. Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Dia berpendapat, hanya dengan tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya; negara yang bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.

Machiavelli menasihatkan sang Pangeran agar dapat dukungan penduduk, karena kalau tidak, dia tidak punya sumber menghadapi kesulitan. Tentu, Machiavelli maklum bahwa kadangkala seorang penguasa baru, untuk memperkokoh kekuasaannya, harus berbuat sesuatu untuk mengamankan kekuasaannya, terpaksa berbuat yang tidak menyenangkan warganya. Dia usul, meski begitu untuk merebut sesuatu negara, si penakluk mesti mengatur langkah kekejaman sekaligus sehingga tidak perlu mereka alami tiap hari kelonggaran harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa merasa senang."

Untuk mencapai sukses, seorang Pangeran harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia: Machiavelli memperingatkan Pangeran agar menjauhkan diri dari penjilat dan minta pendapat apa yang layak dilakukan.

Dalam bab 17 buku The Prince , Machiavelli memperbincangkan apakah seorang Pangeran itu lebih baik dibenci atau dicintai.

Tulis Machiavelli: "... Jawabnya ialah orang selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi ... lebih aman ditakuti daripada dicintai, apabila kita harus pilih salah satu. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan dengan kepentingannya. Tetapi ... takut didorong oleh kecemasan kena hukuman, tidak pernah meleset ..."

Bab 18 yang berjudul "Cara bagaimana seorang Pangeran memegang kepercayaannya." Di sini Machiavelli berkata "... seorang penguasa yang cermat tidak harus memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu berlawanan dengan kepentingannya ..." Dia menambahkan, "Karena tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Pangeran yang minta maaf karena dia tidak memenuhi janjinya," karena "... manusia itu begitu sederhana dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya ditipu." Sebagai hasil wajar dari pandangan itu, Machiavelli menasihatkan sang Pangeran supaya senantiasa waspada terhadap janji-janji orang lain.

The Prince (Sang Pangeran) sering dijuluki orang "buku petunjuk untuk para diktator." Karier Machiavelli dan pelbagai tulisannya menunjukkan bahwa secara umum dia cenderung kepada bentuk pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktator. Tetapi dia cemas dan khawatir atas lemahnya politik dan militer Italia, dan merindukan seorang Pangeran yang kuat yang mampu mengatur negeri dan menghalau tentara-tentara asing yang merusak dan menista negerinya. Menarik untuk dicatat, meskipun Machiavelli menganjurkan seorang Pangeran agar melakukan tindakan-tindakan kejam dan sinis, dia sendiri seorang idealis dan seorang patriot, dan tidak begitu mampu mempraktekkannya sendiri apa yang dia usulkan.

Sedikit filosof politik yang begitu sengit diganyang seperti dialami Machiavelli. Bertahun-tahun, dia dikutuk seperti layaknya seorang turunan iblis, dan namanya digunakan sebagai sinonim kepalsuan dan kelicikan. (Tak jarang, kutukan paling sengit datang dari mereka yang justru mempraktekkan ajaran Machiavelli, suatu kemunafikan yang mungkin prinsipnya disetujui juga oleh Machiavelli)!

Kritik-kritik yang dilempar ke muka Machiavelli dari dasar alasan moral tidaklah, tentu saja, menunjukkan bahwa dia tidak berpengaruh samasekali. Kritik yang lebih langsung adalah tuduhan keberatan bahwa idenya itu bukan khusus keluar dari kepalanya sendiri. Tidak orisinal! Ini sedikit banyak ada benarnya juga. Machiavelli berulang kali menanyakan bahwa dia tidak mengusulkan sesuatu yang baru melainkan sekedar menunjukkan teknik yang telah pernah dilaksanakan oleh para Pangeran terdahulu dengan penuh sukses. Kenyataan menunjukkan Machiavelli tak henti-hentinya melukiskan usulnya seraya mengambil contoh kehebatan-kehebatan yang pernah terjadi di jaman lampau, atau dari kejadian di Italia yang agak baruan. Cesare Borgia (yang dipuji-puji oleh Machiavelli dalam buku The Prince) tidaklah belajar taktik dari Machiavelli; malah sebaliknya, Machiavelli yang belajar darinya.

Kendati Benito Mussolini adalah satu dari sedikit pemuka politik yang pernah memuji Machiavelli di muka umum, karena itu tak meragukan lagi sejumlah besar tokoh-tokoh politik terkemuka sudah pernah baca The Prince dengan cermat. Konon, Napoleon senantiasa tidur di bantal yang di bawahnya terselip buku The Prince, begitu pula orang bilang dilakukan oleh Hitler dan Stalin. Meski demikian, tidaklah tampak jelas bahwa taktik Machiavelli lebih umum digunakan dalam politik modern ketimbang di masa sebelum The Prince diterbitkan. Ini merupakan alasan utama mengapa Machiavelli tidak ditempatkan lebih tinggi dari tempatnya sekarang di buku ini.

Tetapi, jika efek, pikiran Machiavelli dalam praktek politik tidak begitu jelas, pengaruhnya dalam teori politik tidaklah perlu diperdebatkan. Penulis-penulis sebelumnya seperti Plato dan St. Augustine, telah mengaitkan politik dengan etika dan teologi. Machiavelli memperbincangkan sejarah dan politik sepenuhnya dalam kaitan manusiawi dan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan moral. Masalah sentral, dia bilang, adalah bukan bagaimana rakyat harus bertingkah laku; bukannya siapa yang mesti berkuasa, tetapi bagaimana sesungguhnya orang bisa peroleh kekuasaan. Teori politik ini diperbincangkan sekarang dalam cara yang lebih realisitis daripada sebelumnya tanpa mengecilkan arti penting pengaruh Machiavelli. Orang ini secara tepat dapat dianggap salah satu dari pendiri penting pemikir politik modern.

Sumber : Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah oleh Michael H. Hart.

Francis Bacon

MESTINYA dia ini sekandang dengan politikus. Bertahun dia dikenal selaku politikus Inggris terkemuka. Hampir sebagian terbesar masa hidup dan energi dia tumpahkan dalam urusan karier politik. Tetapi, di buku ini Francis Bacon dimasukkan semata-mata karena tulisan-tulisan filosofinya. Dalam tulisan-tulisan itu dia bagaikan "dukun"nya babak baru ilmu pengetahuan; dialah filosof besar pertama yang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan falsafah dapat mengubah dunia, dan dengan sangat efektif menganjurkan penyelidikan ilmiah.

Bacon lahir di London tahun 1561, putera pegawai eselon tinggi masa Ratu Elizabeth. Tatkala menginjak usia dua belas tahun dia masuk belajar di Trinity College di Cambridge, tetapi baru tiga tahun keluar begitu saja tanpa menggondol gelar apa pun. Mulai umur enam belas dia kerja sebentar di staf Kedubes Inggris di Paris. Tetapi begitu umurnya masuk delapan belas sang ayah mendadak meninggal dengan hanya mewariskannya uang sedikit. Mungkin lantaran itu, dia belajar hukum dan di umur dua puluh satu dia jadi pengacara.

Karier politiknya segera mulai sesudah itu. Umur dua puluh tiga dia terpilih jadi anggota Majelis Rendah. Tetapi, kendati dia punya sanak famili dan kerabat tingkat atas, dan kendati kecerdasannya yang menonjol, Ratu Elizabeth senantiasa menolak pengangkatannya pada kedudukan yang penting dan menguntungkan. Salah satu alasan adalah karena keberaniannya menentang suatu rancangan pajak di parlemen yang dengan gigih disokong sang Ratu. Karena hidup Bacon boros, slebor, dan seenaknya, dia senantiasa dikepung oleh hutang sana hutang sini (satu kali pernah ditahan karena urusan hutang tidak bayar) dia bisa atasi hidup secara bebas begitu.

Bacon jadi sahabat dan penasihat Pangeran Essex, seorang bangsawan muda yang populer dan punya ambisi politik besar. Sebaliknya, Pangeran Essex punya teman Bacon yang jujur dan sekaligus bertindak sebagai pelindungnya. Tetapi, tatkala Pangeran Essex punya ambisi yang keterlaluan, minta pimpin dia susun rencana sebuah kup menggulingkan Ratu Elizabeth, Bacon menasihatinya supaya tetap setia kepada Ratu. Biar sudah dinasihati begitu, Pangeran Essex nekad meneruskan niat percobaan kupnya. Ternyata kup itu gagal dan Bacon pegang peranan aktif dalam proses penuntutan sang Pangeran atas tuduhan pengkhianatan. Pangeran Essex dipancung kepalanya, menggelinding bagai kelereng. Keseluruhan peristiwa itu menimbulkan kesan buruk pada publik terhadap Bacon.

Ratu Elizabeth tutup usia tahun 1603 dan Bacon menjadi penasihat penggantinya, Raja James I. Raja James I tak selalu mengindahkan nasihat Bacon, kendati dia menghormatinya. Dalam masa pemerintahan James I, Bacon maju pesat di kalangan pemerintahan. Tahun 1607 jadi konsultan umum bidang hukum dan tahun 1613 dia menjadi jaksa agung. Anak tangganya tidak sampai di situ, tahun 1618 dia ditunjuk jadi ketua Majelis Tinggi, satu kedudukan yang kasarnya setarap dengan hakim agung pada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Di tahun itu juga dia peroleh gelar "baron" dan tahun 1621 dinobatkan lagi jadi "viscount", satu gelar kebangsawanan di atas "baron" tetapi di bawah "earl."

Tetapi, datanglah pukulan. Selaku hakim, Bacon terima "hadiah" dari tertuduh. Meskipun macam begini agak umum juga terjadi saat itu, toh tetap merupakan perbuatan terlarang. Lawan-lawan politiknya di parlemen tak menyia-nyiakan kesempatan baik ini untuk mendepaknya dari kursinya. Bacon mengaku dan dijebloskan di penjara yang terletak di "Tower of London," menara kota London. Bukan cuma itu, dia pun mesti bayar denda yang besar jumlahnya. Dan bukan cuma itu, dia dilarang kerja di kantor pemerintahan selama-lamanya. Raja segera membebaskan Bacon dari penjara dan membebaskan pula beban dendanya. Tetapi, dengan kejadian ini tamatlah riwayat politik Bacon.

Sekarang, orang hanya bisa ingat sedikit sekali contoh-contoh politikus kelas kakap yang ditangkap karena memeras, atau tingkah laku semacamnya yang merusak kepercayaan umum. Biasanya, yang sering, jika orang-orang macam begituan tertangkap, mereka melolong-lolong dan pertahankan diri dengan umbar omong bahwa yang lain-lain pun sama brengseknya, sama penipunya, sama bangsatnya. Jika lolongan ini didengarkan dan diterima dengan serius, tak akan ada bajingan politik yang harus dihukum kecuali semua bajingan sejenis dihukum lebih dulu. Komentar Bacon dalam pengakuannya berbeda. Dia bilang, "Saya adalah hakim terjujur di Inggris selama lima puluh tahun, dan saya tukang ngomel dan tukang kritik yang terpolos di parlemen Inggris selama 200 tahun."

Karier politik yang begitu aktif dan begitu kreatif tampaknya cuma punya sedikit waktu tersisa buat kerjaan-kerjaan lain. Kendati begitu, kemasyhuran Bacon yang begitu tahan lama, dan tempatnya dalam daftar buku ini, adalah karena pertimbangan tulisan-tulisan filosofisnya ketimbang keaktifan politiknya. Karya penting pertamanya ialah bukunya yang berjudul Essays, pertama muncul tahun 1597 dan sedikit demi sedikit diperluas. Essays ini yang ditulis dengan padat dan gaya luar biasa bagus, mengandung kekayaan mendalam, bukan saja dalam masalah politik melainkan juga menyangkut hal ihwal pribadi pula. Beberapa contoh yang khas misalnya:

Orang muda lebih cocok mencipta ketimbang mengambil keputusan, lebih cocok bertindak ketimbang beri pertimbangan, lebih cocok untuk menggarap proyek baru ketimbang berbisnis yang sudah mapan ... Orang berumur terlalu sering menolak, berunding terlalu lama, berbuat terlalu sedikit ... Tentu bagus jika bisa menggabungkan kedua pekerjaan itu, karena nilai yang terkandung pada masing-masing usia bisa melempangkan kekurangan yang melekat pada tubuh keduanya ...

Tentang Orang muda dan usia
Dia yang punya istri dan anak-anak punya risiko yang tak mengenakkan di masa depan.

Tentang perkawinan dan hidup membujang
(Bacon sendiri kawin, tetapi tak punya anak).

Tetapi, tulisan Bacon terpenting adalah menyangkut falsafah ilmu pengetahuan. Dia merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau Great Renewal dalam enam bagian. Bagian pertama dimaksud untuk meninjau kembali keadaan ilmu pengetahuan kita. Bagian kedua menjabarkan sistem baru penelaahan ilmu. Bagian ketiga bersisikan kumpulan data empiris. Bagian keempat berisi ilustrasi sistem baru ilmiahnya dalam praktek. Bagian kelima menyuguhkan kesimpulan sementara. Dan bagian keenam suatu sintesa ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode barunya. Taklah mengherankan, skema raksasa ini --mungkin pekerjaan yang paling ambisius sejak Aristoteles--tak pernah terselesaikan. Tetapi, buku The Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.

Novum Organum atau New Instrument mungkin buku Bacon terpenting. Buku ini dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk penerimaan metode empiris tentang penyelidikan. Praktek bertumpu sepenuhnya pada logika deduktifnya Aristoteles adalah tak ada guna, merosot, absurd. Karena itu diperlukan metode baru penelaahan, suatu metode induktif. Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan darinya; tetapi ilmu pengetahuan adalah sesuatu tempat sampai ke tujuan. Untuk memahami dunia ini, pertama orang mesti "mengamati"nya. Pertama, kumpulkan fakta-fakta. Kemudian, kata Bacon, ambil kesimpulan dari fakta-fakta itu dengan cara argumentasi induktif yang logis. Meskipun para ilmuwan tidak mengikuti metode induktif Bacon dalam semua segi, tetapi ide umumnya yang diutarakannya penelitian dan percobaan penting yang ruwet jadi gerak dorong dari metode yang digunakan oleh mereka sejak itu.

Buku terakhir Bacon adalah The New Atlantis, sebuah penjelasan tentang negeri utopis terletak di pulau khayalan di Pasifik. Meskipun pokok cerita diilhami oleh Utopia Sir Thomas More, keseluruhan pokok masalah yang terdapat dalam buku Bacon sepenuhnya berbeda. Dalam buku Bacon, kemakmuran dan keadilan dalam negara idealnya tergantung pada dan hasil langsung dari hasil pemusatan penyelidikan ilmiah. Dengan tersirat, tentu saja, Bacon memberitahu. pada pembacanya bahwa penggunaan intelegensia dalam penyelidikan ilmiah dapat membuat Eropa makmur dan bahagia seperti halnya penduduk yang hidup di pulau khayalan itu.

Orang selayaknya boleh bilang bahwa Francis Bacon merupakan filosof modern pertama. Pandangan keseluruhannya adalah sekuler dan bukannya religius (kendati dia percaya kepada Tuhan dengan keyakinan teguh). Dia seorang rasionalis dan bukan orang yang percaya kepada takhayul; seorang empiris dan bukannya seorang dogmatis yang logikanya mencla-mencle. Di bidang politik dia seorang realis dan bukan seorang teoritikus. Dengan pengetahuannya yang mendalam dalam pengetahuan klasik serta keahlian sastranya yang mantap, dia menaruh simpati terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Meskipun dia seorang Inggris yang setia, Bacon punya pandangan berjangka jauh melampaui batas negerinya. Dia membedakan 3 jenis ambisi:

Pertama, mereka yang berselera meluaskan kekuasaannya di negerinya sendiri, suatu selera yang vulgar dan tak bermutu. Kedua, ialah mereka yang bekerja meluaskan kekuasaan atas negerinya sendiri dan penguasaannya atas penduduk. Ini tentu lebih bermutu meskipun kurang baik. Tetapi, jika orang mencoba mendirikan dan meluaskan kekuasaan dan dominasi terhadap umat manusia di seluruh jagad, ambisinya ini tak salah lagi lebih bijak dari kedua ambisi yang disebut duluan.

Biarpun Bacon seorang pengkhotbah ilmu pengetahuan, dia sendiri bukan seorang ilmuwan, ataupun setara dengan kemajuan-kemajuan yang diperbuat orang sejamannya. Bacon anggap sepi samasekali Napier (yang baru saja menemukan logaritma) dan Kepler, bahkan teman sejawat Inggrisnya William Harvey. Bacon dengan tepat mengganggap bahwa "panas merupakan bentuk dari gerak," suatu ide ilmiah yang penting. Tetapi, di bidang astronomi dia menolak pikiran-pikiran Copernicus. Haruslah diingat, Bacon tidak mencoba menyuguhkan hukum-hukum ilmiah secara komplit dan tepat. Dia sekadar hanya mencoba menyuguhkan hasil pengamatan apa-apa yang perlu dipelajari. Perkiraan-perkiraan ilmiahnya hanya bermaksud mendorong adanya diskusi lebih lanjut, dan bukannya suatu jawaban final.

Francis Bacon bukanlah orang pertama yang menemukan arti kegunaan penyimpulan akliah secara induktif, dan juga bukan dia orang pertama yang memahami keuntungan-keuntungan yang mungkin diraih oleh masyarakat pengembangan ilmu pengetahuan. Tetapi, tak ada orang sebelum Bacon yang pernah menerbitkan dan menyebarkan gagasan seluas itu dan sesemangat itu. Lebih dari itu, sebagian karena Bacon seorang penulis yang begitu bagus, dan sebagian karena kemasyhurannya selaku politikus terkemuka, sikap Bacon terhadap ilmu pengetahuan betul-betul punya makna penting yang besar. Tatkala "Royal Society of London" (kelompok elit orang pilihan) didirikan tahun 1662 untuk menggalakkan ilmu pengetahuan, para pendirinya menyebut Bacon sebagai sumber inspirasinya. Dan ketika Encyclopedie yang besar itu ditulis jaman "Pembaharuan Perancis," para penyumbang tulisan utama seperti Diderot dan d'Alembert, juga menyampaikan pujiannya kepada Bacon yang memberikan inspirasi terhadap kerjanya. Andaikata Novum Organum dan The New Atlantis agak kurang dibaca orang ketimbang dulu, ini disebabkan pesan-pesan yang disampaikan oleh buku itu sudah begitu luas diterima orang.

Bacon layak dibandingkan setara dengan filosof Perancis Rene Descartes, tokoh pendorong lain bagi masa depan ilmu pengetahuan mendatang. Bacon hidup lebih dulu segenerasi dari Descartes dan dia lebih gigih dari Descartes dalam hal mengumandangkan pentingnya penelitian dan percobaan-percobaan.

Sumber : Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah oleh Michael H. Hart.

Lao Tse (Tao Te Ching)

DARI beribu-ribu judul buku yang pernah ditulis di Cina, mungkin yang paling banyak diterjemahkan dan dibaca di luar negeri itu adalah sebuah buku ditulis lebih dari 2000 tahun yang lalu, terkenal dengan nama Lao Tse atau Tao Te Ching. Buku Tao Te Ching ini atau "Cara lama dan Kekuatannya" adalah naskah utama di mana filosofi Taoisme diperinci.

Buku ini buku ruwet, ditulis dalam gaya khas yang luar biasa dan mampu menyuguhkan pelbagai rupa penafsiran. Ide sentralnya berkaitan dengan masalah Tao yang lazim diterjemahkan dengan "Jalan" atau "Jalur." Tetapi, konsepnya agak kabur, karena buku Tao Te Ching sendiri dimulai dengan kalimat: "Tao yang akan dijelaskan bukanlah Tao yang abadi; nama yang disebut di sini bukanlah nama yang abadi." Tetapi, dapatlah kita katakan bahwa Tao berarti secara kasarnya "Alam" atau "Hukum Alam."

Taoisme beranggapan bahwa individu jangan bergulat melawan Tao melainkan harus tunduk menghambakan diri dan bekerja bersamanya. (Seorang Taoist dapat menunjuk contoh air yang lembutnya tak terbatas, yang mengalir tanpa protes menuju daratan rendah dan yang tak melawan kekuatan selemah apa pun, tak terhancurkan, tetapi karang yang sekokoh apa pun bisa luluh pada akhirnya).

Untuk seorang pribadi manusia, kesederhanaan dan kewajaran merupakan hal jadi anjuran. Kekerasan harus dijauhi, seperti juga halnya bergulat untuk uang dan prestise. Orang tidak boleh bernafsu mengubah, dunia, melainkan harus menghormatinya. Bagi pemerintahan, langkah yang dianggap bijak adalah berbuat tidak begitu aktif, banyak mengatur ini melarang itu. Apalagi, aturan dan batasan sudah kelewat banyak. Karena itu menambah lagi undang-undang, atau memperkeras ketentuan-ketentuan lama yang sudah ada, hanya mengakibatkan keadaan tambah buruk. Pajak yang tinggi, rencana-rencana pemerintah yang terlalu ambisius, menggalakkan perang, kesemuanya ini berlawanan dengan filosofi Taoisme.

Menurut tradisi Cina, penulis Tao Te Ching adalah seorang bernama Lao Tse yang katanya sejaman tetapi lebih tua dari Kong Hu-Cu. Tetapi, Kong Hu-Cu hidup di abad ke-6 SM. Dan keduanya --baik dari sudut gaya maupun isi tulisan-- hanya sedikit ilmuwan masa kini percaya bahwa Tao Te Ching ditulis pada masa begitu dini. Ada beda pendapat tentang waktu yang sesungguhnya penyusunan buku itu. (Tao Te Ching sendiri tak pernah menyebut nama orang tertentu, tidak juga tempat, tanggal, atau kejadian-kejadian historis). Tetapi, tahun 320 SM merupakan perkiraan yang pantas-sebetulnya dalam waktu delapan puluh tahun dari waktu yang sesungguhnya, dan mungkin lebih dekat lagi.


Keluarga penganut faham Taoisme memberi persembahan kepada bulan purnama menjelang musim gugur.

Masalah ini membuat suatu sengketa pendapat tajam mengenai waktu bahkan menyangkut adanya Lao Tse sendiri. Sementara pihak yang berwenang percaya tradisi bahwa Lao Tse hidup di abad ke-6 SM, karenanya berkesimpulan dia tidaklah menulis Tao Te Ching. Sarjana-sarjana lain menganggap orang itu tak lebih dari tokoh dongeng belaka. Pendapat saya sendiri, yang hanya disepakati oleh sebagian kecil sarjana, adalah sebagai berikut: (1) Lao Tse itu memang betul-betul ada orangnya dan memang penulis Tao Te Ching; (2) dia hidup di abad ke-4 SM ; (3) Cerita bahwa Lao Tse sejaman tetapi lebih tua dari Kong Hu-Cu adalah keterangan yang dibikin-bikin, yang fiktif dan dikarang oleh filosof Taoist yang datang belakangan sekedar untuk tujuan menambah prestise terhadap orangnya dan bukunya.

Baik dicatat, dari para penulis-penulis Cina terdahulu baik Kong Hu-Cu (551-479 SM), atau Mo Ti (abad 5 SM), atau Meng-tse (371-289 SM) tak satu pun menyebut baik Lao Tse maupun Tao Te Ching. Tetapi, Chuang Tse, seorang filosof Taoist kenamaan --yang muncul sekitar tahun 300 SM menyebut nama Lao Tse berulang kali.

Karena soal ada atau tidaknya di dunia ini manusia yang namanya Lao Tse itu masih jadi pertanyaan, selayaknya kita pun meragukan detail-detail biografinya. Tetapi, ada sumber yang patut dihargai dalam bentuk pernyataan sebagai berikut: Lao Tse dilahirkan dan hidup di Cina bagian utara. Sebagian dari masa hidupnya dia menjadi ahli sejarah atau seorang pembimbing bagian arsip pemerintahan, besar kemungkinan di kota Loyang, ibukota kerajaan dinasti Chou. Lao Tse bukanlah namanya yang sesungguhnya, melainkan sekedar panggilan kehormatan yang secara kasarnya berarti "sesepuh." Dia beristri dan punya putera bernama Tsung. Si Tsung ini kemudian jadi jendral di negeri Wei.

Meskipun Taoisme bermula dari falsafah sekuler, tetapi semacam gerakan keagamaan berkembang dari sana. Tetapi, karena Taoisme sebagai sebuah filosofi melanjut atas dasar khususnya gagasan yang tertuang dalam buku Tao Te Ching, "Agama Taoist" ini segera diliputi dengan kepercayaan dan cara ibadah yang penuh takhyul yang sedikit sekali kaitannya dengan ajaran Taoisme.

Berpegang pada dugaan bahwa Lao Tse adalah penulis sesungguhnya buku Tao Te Ching, pengaruhnya betul-betul luas. Buku itu amat ringkas (isinya kurang dari 6000 huruf Cina, karena itu masih kurang banyak untuk dimuat dalam selembar koran!), tetapi dia berisi banyak buah pikiran yang mendalam. Seluruh barisan filosof Taoisme berpegang pada buku ini selaku pangkal tolak dari ide-idenya sendiri.

Di Barat, Tao Te Ching jauh lebih populer ketimbang tulisan-tulisan Kong Hu-Cu atau filosof Kong Hu-Cu yang mana pun. Nyatanya, sedikitnya ada empat puluh macam terjemahan bahasa Inggris diterbitkan dari buku itu, lebih banyak dari terjemahan buku apa pun, kecuali Injil.

Sedangkan di Cina, faham Kong Hu-Cu umumnya merupakan falsafah anutan yang dominan, dan jelas ada pertentangan antara buah pikiran Lao Tse dengan Kong Hu-Cu. Kebanyakan orang Cina menganut faham yang disebut belakangan itu. Tetapi Lao Tse secara pukul rata dihargai tinggi oleh para penganut Kong Hu-Cu. Dan lebih dari itu, dalam banyak hal, ide-ide Taoisme dibaur begitu saja dengan ide-ide Kong Hu-Cu, karena itu berpengaruh terhadap berjuta-juta orang walau tidak menamakan dirinya Taoist. Begitu pula, Taoisme punya pengaruh yang jelas terhadap perkembangan filosofi Buddha di Cina, khususnya terhadap Buddha Zen. Kendati sedikit orang sekarang menyebut dirinya Taoist, tak ada seorang filosof Cina kecuali Kong Hu-Cu yang punya pengaruh begitu luas dan begitu mantap jalan pikiran manusia seperti halnya Lao Tse.

Sumber : Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah oleh Michael H. Hart.

Random Post

Web Counter
Twitter Khoiruddin_net Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More